Sore itu (tepatnya Jumat lalu) saya berada di kereta. Cuaca saat itu agak cerah-cerah sendu setelah hujan. Beberapa kali selama di perjalanan menuju stasiun,
saya enggak bisa menarik napas dengan tenang. Jalanan begitu ramai. Penuh sesak
akan mobil dan motor. Saya begitu panik, takut ketinggalan kereta haha. Harusnya jam
setengah empat sore saya sudah bisa berangkat, ini saya baru berangkat
pukul empat lebih sepuluh menit. Memang keberangkatan kereta pukul setengah
enam tapi saya lebih memilih untuk menunggu lebih awal deh ketimbang harus
berlari-larian karena terlambat.
Saat kereta sudah perlahan beranjak jalan, saya mengeluarkan buku
dari tas. For the first time saya menantang diri saya untuk membaca buku selama
perjalanan. Selama ini saya enggak
pernah bisa dan enggak kunjung berhasil juga membaca buku selama perjalanan
terutama di kereta. Baru baca satu kalimat aja udah langsung ke-distract yang
lain. Entah obrolan para penumpang, notifikasi handphone atau pemadangan yang
disuguhkan begitu sayang untuk dilewatnya.
Saya memilih buku Chicken Soup for the Soul terbitan
Gramedia. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama saat membaca sinopsisnya.
Saya rasa buku ini tepat sekali untuk menemani saya kemanapun dan dimanapun
apalagi kalau lagi butuh asupan motivasi hehehe. Walaupun beberapa orang bilang bahwa buku ini
sangat jadul sekali, tapi bagi saya enggak apa-apa buat bacaan diusia saya yang
pas banget 20an ini (pssttt, kalau kamu punya seri chicken soup apa saja, boleh
dong saya dipinjami hihi bebas versi
inggris atau Indonesia). Saya agak sedih
dengan buku cetak versi bahasa Indonesia. Terutama yang saya punya sekarang
yang berjudul “Waktunya Berkembang”(tentu saja judul yang diterjemahkan ke dalam Bahasa). Beberapa kali saya menemukan kalimat yang
rancu dan susah dimengerti. Jadi saya pun harus mengulang membaca kalimat
sebelumnya agar lebih ngeh maksud
kalimat selanjutnya.
Saya memulai membaca. Kalimat demi kalimat dapat saya cerna
dengan mudah walaupun agak sedikit enggak nyaman dengan penumpang dibelakang
saya yang sedang menelepon cukup kencang. Untungnya saya masih tetap
memfokuskan diri pada buku yang saya pegang. Tepat lima menit membaca, fokus
saya sudah hilang. Saya menutup buku sejenak dan melihat pemandangan diluar.
Senja kala itu sungguh indah. Ketika saya ingin membaca kembali, saya gagal
mencerna kalimat demi kalimat. Akhirnya saya simpan buku tersebut ke dalam tas.
Dan saya duduk rileks lalu menyesap kopi yang sudah mendingin.
Dan saya duduk rileks lalu menyesap kopi yang sudah mendingin.
So, I did it! Walaupun enggak sesuai dengan ekspektasi saya (kayak di film-film, syahdu ditemani pemandangan senja yang indah sambil minum kopi), saya merasa bahwa lima menit sudah kemajuan yang baik buat diri saya. Apalagi kalau dijalankan lima menit tiap harinya. It's ok, right? Yang penting memulai dulu saja dan saya bisa mewujudkan tantangan yang susaaahhhh sekali saya jalani. Justru dari buku itulah saya mendapat inspirasi untuk selalu melakukan apapun dimulai dari lima menit saja. Misal berangkat ke kampus atau kantor lima menit lebih cepat atau luangkan waktu lima menit sebelum mengerjakan sesuatu kayak bikin kopi atau sekedar duduk rileks, tarik napas. Memang hal kecil dan terlihat sepele tapi kalau konsisten dijalankan, saya yakin lambat laun hal itu akan merubah hidup lebih baik lagi. Setidaknya dengan satu kebiasaan baik, akan menghasilkan hasil yang baik pula. Lalu, tantangan apa yang sedang kamu jalani?