blog

Tour Festival Kota Lama 2018

Oktober 19, 2018


Waahhhhhhhhhhhhhhhhhh sedihnya dan sadar kalau saya ini kurang update banget soal event-event di Semarang. Baru tahun ini saya tahu ada Festival Kota Lama. Ternyata sudah ada sejak tahun 2012. Ya ampun, berarti saya udah terlewat 2 tahun dong selama di Semarang huhuhu. Tertarik banget dateng karena ada penampilan-penampilan wayang dan tarian yang ternyata saya juga enggak bisa hadir karena harus bed rest. Jadi saya baru sempat datang saat hari terakhir Festival Kota Lama.

Pemandangan langit pagi itu

Ini nih penampakan mapsnya
Sebelumnya, saya mengikuti walking tour spesial festival kota lama pada jam delapan pagi. Pas banget momentnya karena saya memang sudah ingin sekali mengikuti rute ini (yang selalu tidak sempat). Saya sudah enggak sabar, apalagi katanya dapat maps spesial bagi para pengikut walking tour hari itu yang sekaligus menambah semangat saya haha. Saya bangun pagi-pagi sekali supaya enggak telat dan tepat waktu yang bertepatan titik kumpul di Taman Kota Lama Srigunting. Jadi agakk lumayan jauh dari kosan, sekitar tiga puluh menit. Untungnya pagi, jadi enggak begitu panas dan adem banget. Ditambah burung-burung bercuit-cuit ria kesana kemari menambah ke-aesthetic-an taman ini. Sayangnya kondisi kota lama yang sedang direhab, masker dan kacamata wajib tersedia di tas. Jalanan yang berpasir otomatis debu-debu halus pun bertebangan. Namun hal tersebut enggak menghalangi saya untuk ikut walking tour kali ini.

Mbak Ika, storry teller rute kala itu

Rute kota lama ini menghabiskan waktu dua jam saja (berbeda dengan rute sebelumnya yang saya ikuti, bisa baca disini). Walaupun dua jam, saya dibuat terpana akan sejarah yang enggak saya duga pun dengan yang lain. Tour kali ini pun di isi kurang lebih sepuluh orang. Ada yang berpasangan, teman karib bahkan anak dengan ibunya. Seperti biasa, tak kenal maka tak sayang kan? kami berkenalan satu sama lain, saling menyapa dan lempar senyuman. Kebetulan sekali story teller-nya mbak Ika dari Indramayu langsung berasa klop aja dan saya bisa mendengar kembali kata "mangga" hahaha.

Gereja Blenduk
Dimulai langsung di Taman Kota Lama Srigunting. Ditunjukkan gedung yang letaknya persis dibelakang taman ini, bercat putih dan terletak tangga melingkar di sebelah kanan yang pada awalnya ada dua tangga yang akhirnya tidak ada karena renovasi. Saya lupa pastinya gedung ini berfungsi apa dulunya, yang jelas gedungnya aktif digunakan pada masa Hindia-Belanda. Lalu kami semua bergeser sedikit ke samping kanan taman Srigunting, terdapat gereja Blenduk yang menjadi landmark kota Semarang. Disebut blenduk karena kubahnya berbentuk bulat. Gereja kristen tertua ini enggak sempat kami masuki karena masih tutup, sayang sekali. Setelah itu berlanjut menceritakan sejarah Kota Lama Srigunting ini yang membuat saya terkejut. Tempat seindah ini ternyata punya sisi kelam juga loh, selain itu taman ini juga sebelumnya menjadi tempat latihan para tentara Belanda. Lalu,Srigunting itu darimana sih? Ternyata Srigunting itu berasal dari nama burung. Iya, burung Srigunting. Anehnya, burung ini hanya hinggap dan hidup di wilayah ini saja enggak di tempat lain. keren kan.


Ini bagian dalam gedung Jiwasraya
Dilanjutkan menuju gedung Jiwasraya. Senang sekali saya dan teman-teman yang lain diberi kesempatan masuk untuk melihat lift pertama pada era Hindia-Belanda. Katanya, enggak sembarang orang loh bisa masuk kesini. Beruntungnya saya.


Lift pertama pada era Hindia-Belanda

Ini semacan katrol untuk menaik-turunkan lift

Pemandangan Taman Srigunting dari top floor Jiwasraya

Lorong gedung Jiwasraya, cucok buat foto. Instagrammable banget
hahaha
Nah, kalau dilihat gedung Jiwasraya ini menghadap langsung ke Taman Srigunting ya. Ada tujuannya loh, dulunya gedung ini juga dipakai untuk mengawasi para tentara berlatih dan mengawasi kegiatan lainnya pada zaman itu.

Bangunan restoran Ikan Bakar Cianjur tampak samping
Setelah puas berfoto dan melihat-lihat sekilas isi ruangannya, kami berlanjut ke sebelahnya yaitu gedung Ikan Bakar Cianjur. Ini juga termasuk gedung peninggalan Belanda loh yang sudah dicap sebagai gedung cagar budaya. Saya pernah waktu itu makan disini saat SMP, memang bangunannya minimalis sekali namun yang khas adalah tekelnya. Sayangnya lagi-lagi kami enggak bisa masuk karena masih tutup.

Salat satu bangunan yang tertera tulisan SAMARANG


Berlanjut lagi menuju gang kecil yang agak sepi namun katanya instagrammable banget. Akar-akaran. Jadi terdapat gedung rapuh yang sudah enggak terawat lagi, berdirilah pohon besar disana, akarnya pun besar-besar. Mungkin saya enggak begitu mengerti perihal fotografi, jadi buat saya ini biasa-biasa aja haha. Berjalan sedikit ke depan terdapat dua gendung yang sangat kontras sekali. Di gedung sebelah kiri terdapat tulisan SAMARANG. Konon, orang Belanda dulu susah menyebut SEMARANG, akhirnya pengucapannya pun berubah menjadi SAMARANG. Lalu untuk gedung sebelah yang sudah direnovasi itu, kabarnya akan di buat museum foto.


Terlihat logo pertama kota Semarang pada zaman Hindia-Belanda
(sebelah kiri)
 Agak sedikit jauh jalan selanjutnya menuju gang Lombok. Terdapat klenteng Tay Kak Sie dan merupakan kawasan pecinan terbesar di Jawa Tengah. Disini saya mendapat cerita sejarah sedikit nih tentang klenteng ini dan juga diberitahu perbedaan kedua patung yang berada tepat di pintu masuk serta penjelasan mengenai ketiga pintu di klenteng tersebut (pintu sebelah kanan, pintu tengah dan pintu sebelah kiri). Enggak hanya dijalan Mataran, di gang Lombok ini juga terdapat Lunpia enak loh, ketika saya lewati itu enggak hanya rame tapi benar-benar penuh. Kami lalu melanjutkan walking tour menuju masjid Pekojan yang sebelumnya saya singgahi juga di rute Multicultural. Disinilah kami beristirahat sejenak.

Salah satu toko oleh-oleh Lunpia enak di gang Lombok
Setelah beristirahat dan meneguk air minum masing-masing, kami juga di iringi menuju sebuah kampung bernama Bustaman yang masih di daerah Mataram juga yang terkenal dengan Gulai Bustaman. Nah gulai ini salah satu kuliner legendaris khas Semarang loh. Jadi sepanjang jalan kecil ini, saya mencium bau kambing, huh. Wah boleh nih kapan-kapan saya wisata kuliner kesini dan mencicipi rasa yang khas dan berbeda dari gulai lainnya. Di kampung ini juga terdapat rumah adat yang di isi sepuluh KK yang konon sudah turun-temurun loh. Rumahnya kecil dan saya enggak habis pikir gimana sempitnya yang diisi anggota keluarga sebanyak itu.

Hampir dipenghujung tour, kami berhenti sejenak di rumah makan Pringsewu letaknya persis dijalan Suari, masih di area Kota Lama. Tapi kami kesini bukan untuk makan melainkan menceritakan sedikit asal-usulnya. Rumah makan ini berkonsep heritage pada masa Oei Tiong Ham yang ternyata dulunya raja gula zaman dulu. Oei Tiong Ham ini juga konglomerat se-Asia Tenggara pada masanya dan salah satu sisa kejayaannya ya bangunan ini. Di penghujung walking tour, kami berhadapan langsung dengan Marba. Gedung ini terdiri dari dua lantai dan berdinding tebal sekitar 20 cm. Hal yang menarik saya dapat disini ialah Marba merupakan singkatan nama yang berarti Marba Badjunet, orang Yaman. Beliau juga termasuk saudara terkaya pada zamannya. Bangunan ini dulunya kantor usaha pelayaran dan juga toko modern pada masa itu.


Senangnya saya bisa menuntaskan walking tour special route ini. Enggak kalah berkesan dengan rute lainnya. Yang mau mendapatkan pengalaman lebih dan cerita mendetail, langsung aja daftarkan dirimu di rute Kota Lama ini ya. Awalnya, setelah tour ini, saya ingin menyempatkan waktu hingga malam untuk menikmati Festival Kota Lama. Namun sayangnya badan saya enggak bisa diajak kompromi dan memilih untuk beristirahat saja.


Pekan film di cafe Tekodeko
Keesokan harinya, saya meniatkan diri untuk datang di acara puncak Festival Kota Lama (walaupun saya enggak menonton bintang tamu utamanya karena terlalu malam). Tepat sekali saya datang di waktu sore. Enggak begitu ramai dan saya masih bisa menikmati dan melewati setiap standnya dengan aman (enggak berdesak-desakan). Hal pertama yang keluar di benak saya saat tiba yaitu kue Ganjel Rel. Memang tujuan saya kesini sebenarnya ingin mencicipi Ganjel Rel yang katanya kue legendaris Semarang ini. Ternyata standnya lumayan antre dan senang sekali akhirnya kesampean juga makan kue satu ini. Rasa rempah-rempahnya yang kuat dan padat, membuat saya ketagihan. Wah kala itu saya super excited. 


Kue Ganjel Rel
Harga satu kotak kecil yang sudah dipotong-potong sebesar lima ribu rupiah dan untuk ukuran besar (khusus dibawa pulang) satu kotaknya dihargai dua puluh ribu rupiah. Enggak hanya itu, sambil ditemani segelas es kopi gendhis yang membuat sore saya kali serasa lengkap. Enggak tanggung-tanggung, saya pun menikmati pekan film di café Tekodeko. Cukup bayar dua puluh ribu perorang, saya bisa menikmati film karya anak bangsa sepuasnya. Hari yang menyenangkan. Akhirnya sunset saya hari itu ditutup dengan nikmatnya kue Ganjel Rel dan es kopi susu beserta diputarnya film-film yang menarik. Jadi, tahun depan kamu harus datang ke Festival Kota Lama ya. 

blog

Walking Tour with @bersukariawalk

Agustus 29, 2018



Siapa yang sudah ikutan walking tour? Wah seneng banget akhirnya bisa kesampean walking tour walaupun sebelumnya sempat batal. Kali ini saya benar-benar niat dan yaaaaa pas banget ada rute spesial di tanggal merah a.k.a pas Idul Adha. Enggak cuman itu, ada teman sd saya juga kebetulan sekali datang ke Semarang, ya sudah sekaligus saya ajak saja nyemarang. Namanya juga Multicultural, jadi saya dikelilingi tempat-tempat yang multi etnik dengan sejarahnya yang begitu kental. 

Pas banget kebagian Multicultural Route yang katanya rute terfavorit. Makanya saya penasaran, bagian yang mana sih yang menjadi favorit? Gedung-gedungnya? Sejarahnya? Suasananya? atau story tellernya? hihihi.
Syukurlah hari itu kondisi saya fit (harus fit dong, kan walking tour), saya buru-buru kontak teman saya (Hazmiyan) untuk prepare. Mungkin karena saya terlalu excited, jadinya saya terlalu cepat untuk menemui Iyan hahaha. Walking tour dimulai pukul setengah empat sore, meeting point berada di kantor pos pusat, dekat pasar Johar. Selama dijalan, saya mikir-mikir bakal di parkir dimana motor saya, kan serem kalo enggak ada pengamanan yang memadai. Untungnya, dibeberapa titik dekat kantor pos ada tukang parkirnya, jadi aman yaaa. Oh iya, karena ini walking tour (buat kamu yang baca dan pengen ikutan juga) jangan lupa bawa air mineral, jas hujan, payung dan makanan ringan alias jajan ya, karena walking tour berjalan sekitar dua jam, jadi butuh asupan juga selama dijalan dan jangan sampe dehidrasi. Syukurlah baik saya maupun Iyan sama-sama membawa air mineral (sempat gelisah enggak sempat bawa jas hujan atau payung). Cuaca sore itu agak terik, angin juga lumayan kencang namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat. Ah iya, story teller Multicultural ini bernama Mbak Dian. Easy going dan ceria. Walking tour dimulai dengan perkenalan, kira-kira sekitar 30-an orang yang hadir dan enggak cuman dari Semarang aja, ada yang dari Banjarmasin (uwooww acu terketjut) dan Banyuwangi (of course, teman saya Iyan) lalu sisanya kok mendadak lupa ya hehehe (maap).


 Awal rute dimulai dari Kantor Pos pusat, story teller menjelaskan kalau kantor pos ini tertua dan bangunan bersejarah di Semarang. Nah di depan kantor pos ini terdapat tugu titik nol KM Semarang (lebih jelasnya kalian ikut aja di rute ini ya hehehe). Disebelah kantor pos, terdapat gedung yang disebut gedung papak. Papak ini artinya persegi karena bangunannya banyak bentuk persegi daripada bentuk lainnya. Selanjutnya jalan menyebrang kearah Kampung Layur atau Kampung Melayu. Jalannya enggak begitu sempit, tapi rumah-rumahnya berpintu pendek. Menurut penuturan Mbak Dian as a story teller, rumah-rumah ini sering terkena rob, sehingga lambat laun tanahnya amblas (you know what I mean, right?) sehingga rumah-rumah pun tertelan tanah. Terlihat juga kali Semarang yang tadinya dilewati kapal-kapal menuju pelabuhan lama, sekarang sih sudah enggak bisa dilewati kapal. Dan sedihnya, kali ini keruh dan banyak sampah dimana-mana :( walaupun begitu, nilai sejarahnya masih melekat.




Nah, tibalah di Masjid Layur (yang dibangun pada tahun sekitar 1802). Masjid ini terkenal dengan menaranya, jadi enggak heran juga kalau disebut Masjid Menara. Sesampai disini, kegiatan kurban masih berjalan, sebagian bapak-bapak sedang bakar sate kambing hihi. Kami juga ditawari loh, katanya icip-icip lah sambil di snapgram hahaha. Masjid ini tadinya berlantai dua karena sering terkena rob, masjid ini pun ikut tenggelam. Lantai satu tidak ada yang tersisa sehingga hanya terlihat lantai dua yang masih digunakan hingga sekarang, didalamnya juga ada empat pilar, masih sangat terlihat ke-asliannya. 

Saya dan teman-teman pun melanjutkan perjalanan, sesampai dipersimpangan, saya dihadapkan travo zaman dulu yang menjadi sumber listrik pada kala itu. Dan juga diperlihatkan view bangunan (disebrang jalan) antara bangunan belanda dan jawa yang berdampingan satu sama lain (salah satunya sebagai tempat foto, saya lupa namanya apa). Bangunan Belanda disitu terlihat tidak adanya ventilasi rumah. Menurut orang-orang Belanda, rumah sudah cukup dingin (kayaknya sih disamain dengan cuaca di negara asalnya) sehingga tidak perlu lagi adanya ventilasi. Namun sebaliknya, mereka belum benar-benar mengerti bahwa di Indonesia cuacanya sangatlah panas, akhirnya lambat laun setiap membangun rumah, mereka memberinya ventilasi. Disana ada juga pohon cantik menjulang tinggi memperlihatkan kesan kuno yang ditandai adanya rumah burung yang katanya sudah ada dari dulu. Setelah melihat-lihat, kami melewati jembatan Kali Semarang, waahhh indah sekali melihat senja disini. 



Setelah puas menikmati senja, saya kembali melanjutkan perjalanan ke arah bangunan Belanda yang sayangnya enggak terawat ini. Banyak tanaman-tanaman rambat di sudut-sudut dindingnya, jendela-jendela yang terbuka dan pintu yang entah berapa lama tergembok. Dulunya Java Hot, kantor meubel pada zamannya yang sekarang sudah diambil alih oleh Perusda. Ah sayang sekali. Kalau dilihat-lihat, nama kantor yang beraksen Belanda ini masih tertera jelas di atas gedung. Dibelakangnya, ada warga yang tinggal disana, mungkin sekitar tiga/empat keluarga yang tinggal disitu. Mereka menyambut saya dan yang lainnya begitu ramah. Disinilah akhirnya saya dan teman-teman mengambil pose terkeren kami haha.


Setelah cukup berfoto-foto ria, perjalanan dilanjutkan menuju pabrik rokok. Iya, pabrik roko Praoe Lajar. Konon, rokok ini dijuluki sebagai rokoknya para nelayan. Pantesan aja ya namanya Praoe Lajar hehehe. Pabrik ini sekilas dilihat cukup besar dan warna merahnya sangat mencolok beserta jendela-jendelanya yang  besar ala Belanda. Dulu, bangunan ini kantor milik Maintz & Co, perusahaan energi swasta bergerak dibidang jaringan listrik. Ternyata perjalanan saya tidak sampai situ saja, masih panjang lagi. Mbak Dian bilang, rute ini menjadi rute terfavorit sekaligus rute terpanjang dari rute lainnya. Honestly, disitu saya makin excited, bahwa saya akan banyak melewati tempat-tempat bersejarah lainnya di Kota Tua. 

Hari semakin gelap, akhirnya kami mampir dulu dimasjid tepat di sebelah lampu merah. Ya sebagai tempat istirahat sementara dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sayangnya, masjid ini banyak nyamuknya, enggak henti-hentinya saya memukul dan gerak-gerakin badan (supaya enggak di kerubungin) tapi nihil. Memang ya selain panas, Semarang pun banyak nyamuknya (kamu merasakan hal yang sama juga enggak?).



Hari sudah gelap enggak menyurutkan semangat kawan-kawan, perjalanan masih berlanjut. Kali ini sampai di Gereja Gedhangan (katolik). Wihhh saya senang bukan main, bangunannya indah sekali. Gereja Gedhangan ini ternyata gereja teertua nomor dua se-Indonesia loh. Bisa dibayangkan betapa indahnya ke-aslian bangunan ini, mulai dari corak kaca hingga bangunannya. Sayangnya, kami tidak berkenan masuk ke dalamnya dikarenakan sedang digunakan ibadah. Akhirnya, ada mbak-mbak (yang katanya pengurus sekaligus mahasiswa disitu) membawa kami ke kapel mereka bernama Susteran St.Fransiskus. Letaknya tepat di seberang jalan. Saya lagi-lagi senang banget bisa melihat isi dalemannya (eh). Abisnya dari luar enggak begitu keliatan megahnya, tapi sekalinya masuk, waahhh benar-benar indah. Saya juga berkesempatan bertemu Suster Bertha (beliau ada di koran Radar Semarang loh). Suster Bertha ramah sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiii, menyambut hangat saya dan teman-teman. Bangunan yang kami tuju dan lihat adalah ruang tamu, terdapat miniatur kaca yang menggambarkan letak komplek tersebut. Beliau juga menunjukkan ada beberapa bacaan Belanda yang menjadi cikal-bakal berdirinya bangunan tersebut dan diperlihatkan gedung-gedung lainnya di dalam walaupun enggak secara keseluruhan (mengingat waktu yang super duper singkat). Kata Suster Bertha, kompleks ini juga digunakan sebagai syuting film pada tahun 2016 lalu. Gedung yang paling saya tunggu-tunggu ya kapel ini, tempat para suster berdoa. Gilssssss semuanya masih terawat dengan baik walaupun ada sedikit penambahan fasilitas seperti lampu. Benar-benar indah sekali. Coba aja waktu berkunjungnya siang, pasti sinar-sinar yang masuk kedalam kapel ini makin memperkuat keindahannya. Masih enggak puas sebenarnya, tapi yasudahlah, kalau ada waktu pasti bisa kesini lagi.

Masih berlanjut lagi loh, selanjutnya melewati area Kota Lama. Sempat berhenti lagi di mini market haha, enggak kerasa sudah sekitar tiga jam jalan kaki. Ini kaki  untungnya masih kuat, walaupun si Iyan udah wanti-wanti saya bakal tidur nyenyak malem itu juga alias kaki pada njarem semua (duh) haha. 

Sebelum sampai di titik terakhir, kami berhenti di Masjid Pekojan. Dulunya area masjid ini makam. Terlihat di depan dan samping masjid terdapat beberapa makam pribumi yang salah satunya saat dibongkar (untuk perluasan masjid), jenazahnya masih utuh bahkan kain kafannya pun masih bersih, sehingga ditutup kembali (walaupun ada beberapa atau mungkin banyak yang berhasil di pindah). Untuk mengetahui jenazah pun susah karena ahli warisnya sudah tidak ada. Saya pun mendengar ceritanya kaget juga sih. Kebetulan sekali bertemu langsung narasumbernya, jadi sedikit diceritakan singkat tentang Masjid Pekojan ini. Teman saya, Iyan, sangat antusias mendengarnya haha. Oh iya, masjid ini terletak di area pecinan ya. Begitu populer sekali, sehingga enggak mungkin orang-orang enggak tahu Masjid Djami' Pekojan ini. Di dekat menara, ada makam yang sering diziarahi yaitu makam keturunan Nabi Muhammad SAW yaitu makan Syarifah Fatimah binti Husain Al-Aidrus. Enggak cuman makam, ada juga dua pohon bidara yang katanya didatangkan langsung dari Gujarat. Pohon ini bisa tumbuh dan mati dengan sendirinya, buahnya kecil-kecil dan rasanya seperti apel dan daunnya bisa digunakan untuk melemaskan tubuh mayat yang kaku. Nah, saat bulan ramadhan Masjid Pekojan juga menyediakan takjil khasnya yaitu bubur India. Wah jadi penasaran sama bubur yang satu ini. 


Akhirnya sampailah di titik terakhir. Klenteng Tay Kak Sie. Waktu sudah menunjukkan setengah sembilan malam. Waawwww. Honestly, tiba disini saya sama sekali enggak ngeh dengan penuturan story teller karena saya sibuk membicarakan kota Banjarmasin langsung bersama mas Iqbal (sayangnya saya sudah lupa bahasa banjar huhuu). Namun, saya sempat memasuki bagian dalam klenteng dan menyaksikan wayang potehi sebagai penutup walking tour saya. 

Benar-benar saya banyak belajar dari sini, bahwa Indonesia banyak sekali gedung-gedung bersejarah, beragam agama yang mengajarkan kita untuk bertoleransi dan mensyukuri indahnya hidup ini.
Jadiiiiii, selamat mencoba walking tour oleh @bersukariawalk yaaaaaaaa. Dijamin enggak bakal nyesel, malahan seruuuuuuu bangettttttttttttt, enggak terlupakan deh hehehe. "Let's discover Semarang deeper than local ever did"

Kayake bakal mboseni sih tapi seiring jalan di ceritain sejarahnya, terus ada kesempatan pas di gereja dan masjid gitu, jadi makin cinta Indonesia. Mulai dari keberagaman, toleransi dan sejarah perkembangannya ada semua. Jadi, capek itu kebayar sama ilmu yang didapet. -Maulana Hazmiyan, Banyuwangi-

blog

Pahit, Apes, Manis

Juli 15, 2018


Walaupun sudah seminggu berlalu, tetap aja saya masih terus keinget. Entah saya yang lagi apes atau memang takdirnya begitu, tapi lucu aja kalau diingat-ingat. Sebelumnya, saya menulis soal keberangkatan workshop sabtu tujuh Juli yang lalu (baca disini) dan saya juga mention kalau saya enggak membeli langsung tiket pulangnya. So, that's why saya mau cerita tentang kepulangan saya minggu lalu.

semarang

7/6

Juli 11, 2018


Alhamdulillah enggak terasa WS telah mengadakan workshop yang ketujuh kalinya (big applause). Saya juga sudah begitu lama menunggu crochet worskhop ini dan ternyata memang banyak sekali masukan-masukan untuk diadakan kembali yang akhirnya terealisasi juga pada hari sabtu lalu (7/6). Syukurlah yang mendaftar juga banyak, targetnya 20 peserta tapi ternyata lebih. 23 peserta hadir enggak cuma dari Semarang, melainkan ada yang datang langsung dari Jogja dan Kendal. Walaupun WS sempat vacum selama tiga bulan, tetapi followers ig WS engga menurun dan crochet workshoplah yang selalu ditanya-tanyain di komen postingan WS hehe. Awalnya saya sempat ragu banget setelah mbak Iluk ngabarin kabar bahagia ini. Pasalnya, bulan Juli itu ketika saya berada di rumah (Cirebon) dan saya mikir berkali-kali untuk ongkos kesananya (maklum liburan engga megang duit haha). Sempat pasrah namun rejeki anak sholeh ya, akhirnya saya bisa juga membeli tiket perginya (yeaaayy). Pulangnya gimana dong? Saya sih biasa beli tiket di loket go show stasiun, jadi saya engga terlalu mikirin untuk pulangnya haha (jangan ditiru). Pokoknya seneng banget saat itu, saya juga excited banget pas ada meeting online via hangouts hahaha, walaupun banyak kendala sinyal (yang Ayu ilang-ilangan, mbak Iluk engga ada suaranya).

Jaga kesehatan ya semua!!! sampai jumpa hari sabtu❤️ bismillah semoga semua lancar♥️ -Iluk-

Tiba saatnya............ Saya sudah sedari malam menyiapkan paperbag sisa workshop yang lalu dan mengingatkan diri sendiri untuk mampir membeli bouqet bunga di pasar bunga jalan Dr. Sutomo yang ternyata tanpa sengaja belinya tepat ditempat yang sama saat bersama Ayu (padahal saya pilih secara random waktu itu haha). Sebelum berangkat, saya sempat panik nasib motor saya karena plat nomor baru belum dipasang, belum lagi enggak bisa di starter, ban kempes, bensin habis setelah ditinggal sebulan makanya saya sempat izin telat datang ke tempat workshop. Untungnya bapak kos sudah memasang rapi sekali plat nomornya, suatu kelegaan bagi saya. Tapi enggak hanya disitu, saya kembali panik saat tiga kali di starter enggak nyala-nyala juga mesinnya huhuhu. Untunglah starter ke-4 mesin pun menyala (di pom enggak bisa di starter lagi huhu)

Saya tiba di Cafe Tekodeko. Semua alat-alat telah tersusun rapi. Kak Selma sebagai pengisi workshop ke tujuh ini. Beliau pegawai BUMN yang hobbynya merajut dan datang dari Jakarta loh. Seneng banget akhirnya bisa menginjakkan kaki disini, bertemu mbak iluk lagi dan juga si tengil ayu, bertemu dengan orang baru (untuk pertama kalinya juga bertemu kak selma), dikelilingi orang-orang yang positif, cuacanya juga cerahhhhh banget (walaupun sempat muter-muter, banyak jalan yang ditutup huhu).



Crochet workshop dimulai pukul 11.00, semua alat-alat sudah disiapkan dengan rapi beserta masing-masing nama peserta, dua benang dengan warna berbeda, hook, panduan (how to crochet), paperbag, dan voucher kopi susu. Peserta juga mulai berdatangan menjelang acara dimulai, sebelumnya pake acara drama si tengil segala -_- mulai dari deg-degan, yang tangannya dingin, sampe baca text yang udah dia siapin, lucu bangetlah kalo inget-inget muka dia yang tegang, panik-panik gimana gitu hahaha (maapkan aku yu). 




Ayu bersama notes kesayangannya haha
Syukurlah 23 peserta datang semua tanpa ada drama cancel-cancel-an. Kami semua menikmati berjalannya workshop walaupun di awal-awal banyak yang kebingungan, tanya kanan-kiri, dan panggil sana-sini. Kak Selma juga bener-bener ngajarin dari awal banget jadi yang belum bisa sama sekali pun bisa mengikuti. Karena pesertanya pun banyak, mbak iluk dan kak jessie pun ikut membantu, untungnya mereka bisa crochet. Saya sih sibuk nge-live ig aja deh haha. Ngomong-ngomong soal peserta, peserta workshop sendiri terdiri dari ibu rumah tangga, ada juga yang bersama anaknya, mahasiswa, sampai pelajar SMA loh.Oh ya, ada bumil cantik jugaaaa. Semua berbaur jadi satu tanpa ada yang minder-minderan, saling membantu satu sama lain, ngobrol hingga ketawa-ketawa (ada juga yang langsung klop dan punya squad sendiri haha). Btw, nge-live ig juga bikin laper ya (wkwkland) , Oreo Blend sama Chicken Bites di Tekodeko memang juara deh kamu wajib coba, Ice Teanya juga jossss banget, tempatnya juga mantep lah buat nongski-nongski syantiek.








WS juga menyiapkan benang kaos disudut ruangan yang memang sengaja disiapkan untuk peserta yang berminat membeli. WS juga open PO loh, bisa cek ke ig nya ya (jangan sampe ketinggalan info hehe).


Dan jeng jeng jeng, seneng banget ternyata para peserta bisa menyelesaikan pouch hanya sejam saja. Terlihat sekali raut wajah lega dan puas dengan hasil karya mereka masing-masing hihi. Saya pun juga larut dalam ephoria mereka. Penasaran sama hasil mereka? Nihhhhhh, eye cathcing bangettt kan.





Saya juga pengen banget bisa merajut seperti mereka. Memang dari dulu udah ada keinginan untuk mahir dalam hal ini, namun lagi-lagi saya kesusahan menemukan orang yang bisa mengajari saya, mama pun enggak bisa. Untungnya setelah acara, saya di ajari dengan sabar oleh mbak iluk. Ternyata awal-awal buat pouch crochet ini pusing ya, sempat beberapa kali nanya-nanya terus haha(monmaap). Kayaknya ada deh tuh sejam lebih belajar private sama mbak iluk, pouch crochet saya tuntas walaupun miring sana-sini haha. Parahnya lagi sih suka mendadak lupa tekniknya, duh. 


Sayangnya Ayu harus buru-buru pulang (hmmm) dan kak Selma pun lebih dulu meninggalkan kami karena harus menuju Blora, jadi saya enggak ada waktu buat ngobrol lebih banyak dengan mereka huhu. 


Photo by Ayu Mutiara

Engga lupa saya ucapkan terima kasihhhhhh banyak buat tim WS tercintakuuuhhh untuk semuanya, kak Selma yang sudah menyediakan waktunya untuk workshop ini, kalian yang sudah datang (so heartwarming), Cafe Tekodeko yang sudah memfasilitasi tempatnya dan kamu yang udah baca ini (setelah baca ini, semoga excitednya nular ya haha). Xoxo.

Follow on Instagram