Tour Festival Kota Lama 2018
Oktober 19, 2018Waahhhhhhhhhhhhhhhhhh sedihnya dan sadar kalau saya ini kurang update banget soal event-event di Semarang. Baru tahun ini saya tahu ada Festival Kota Lama. Ternyata sudah ada sejak tahun 2012. Ya ampun, berarti saya udah terlewat 2 tahun dong selama di Semarang huhuhu. Tertarik banget dateng karena ada penampilan-penampilan wayang dan tarian yang ternyata saya juga enggak bisa hadir karena harus bed rest. Jadi saya baru sempat datang saat hari terakhir Festival Kota Lama.
Pemandangan langit pagi itu |
![]() |
Ini nih penampakan mapsnya |
Mbak Ika, storry teller rute kala itu |
Gereja Blenduk |
Ini bagian dalam gedung Jiwasraya |
Lift pertama pada era Hindia-Belanda |
Ini semacan katrol untuk menaik-turunkan lift |
Pemandangan Taman Srigunting dari top floor Jiwasraya |
Lorong gedung Jiwasraya, cucok buat foto. Instagrammable banget hahaha |
Bangunan restoran Ikan Bakar Cianjur tampak samping |
Salat satu bangunan yang tertera tulisan SAMARANG |
Berlanjut lagi menuju gang kecil yang agak sepi namun katanya instagrammable banget. Akar-akaran. Jadi terdapat gedung rapuh yang sudah enggak terawat lagi, berdirilah pohon besar disana, akarnya pun besar-besar. Mungkin saya enggak begitu mengerti perihal fotografi, jadi buat saya ini biasa-biasa aja haha. Berjalan sedikit ke depan terdapat dua gendung yang sangat kontras sekali. Di gedung sebelah kiri terdapat tulisan SAMARANG. Konon, orang Belanda dulu susah menyebut SEMARANG, akhirnya pengucapannya pun berubah menjadi SAMARANG. Lalu untuk gedung sebelah yang sudah direnovasi itu, kabarnya akan di buat museum foto.
Terlihat logo pertama kota Semarang pada zaman Hindia-Belanda (sebelah kiri) |
Salah satu toko oleh-oleh Lunpia enak di gang Lombok |
Hampir dipenghujung tour, kami berhenti sejenak di rumah makan Pringsewu letaknya persis dijalan Suari, masih di area Kota Lama. Tapi kami kesini bukan untuk makan melainkan menceritakan sedikit asal-usulnya. Rumah makan ini berkonsep heritage pada masa Oei Tiong Ham yang ternyata dulunya raja gula zaman dulu. Oei Tiong Ham ini juga konglomerat se-Asia Tenggara pada masanya dan salah satu sisa kejayaannya ya bangunan ini. Di penghujung walking tour, kami berhadapan langsung dengan Marba. Gedung ini terdiri dari dua lantai dan berdinding tebal sekitar 20 cm. Hal yang menarik saya dapat disini ialah Marba merupakan singkatan nama yang berarti Marba Badjunet, orang Yaman. Beliau juga termasuk saudara terkaya pada zamannya. Bangunan ini dulunya kantor usaha pelayaran dan juga toko modern pada masa itu.
Senangnya saya bisa menuntaskan walking tour special route ini. Enggak kalah berkesan dengan rute lainnya. Yang mau mendapatkan pengalaman lebih dan cerita mendetail, langsung aja daftarkan dirimu di rute Kota Lama ini ya. Awalnya, setelah tour ini, saya ingin menyempatkan waktu hingga malam untuk menikmati Festival Kota Lama. Namun sayangnya badan saya enggak bisa diajak kompromi dan memilih untuk beristirahat saja.
![]() |
Pekan film di cafe Tekodeko |
![]() |
Kue Ganjel Rel |
0 komentar