blog

Reading on The Train

Mei 05, 2019




“Ladies and gentlemen in a few minutes Ciremai will depart from Semarang Tawang to Bandung.”
Sore itu (tepatnya Jumat lalu) saya berada di kereta. Cuaca saat itu agak cerah-cerah sendu setelah hujan. Beberapa kali selama di perjalanan menuju stasiun, saya enggak bisa menarik napas dengan tenang. Jalanan begitu ramai. Penuh sesak akan mobil dan motor. Saya begitu panik, takut ketinggalan kereta haha. Harusnya jam  setengah empat sore saya sudah bisa berangkat, ini saya baru berangkat pukul empat lebih sepuluh menit. Memang keberangkatan kereta pukul setengah enam tapi saya lebih memilih untuk menunggu lebih awal deh ketimbang harus berlari-larian karena terlambat. 
Saat kereta sudah perlahan beranjak jalan, saya mengeluarkan buku dari tas. For the first time saya menantang diri saya untuk membaca buku selama perjalanan.  Selama ini saya enggak pernah bisa dan enggak kunjung berhasil juga membaca buku selama perjalanan terutama di kereta. Baru baca satu kalimat aja udah langsung ke-distract yang lain. Entah obrolan para penumpang, notifikasi handphone atau pemadangan yang disuguhkan begitu sayang untuk dilewatnya. 
Saya memilih buku Chicken Soup for the Soul terbitan Gramedia. Saya jatuh cinta pada pandangan pertama saat membaca sinopsisnya. Saya rasa buku ini tepat sekali untuk menemani saya kemanapun dan dimanapun apalagi kalau lagi butuh asupan motivasi hehehe.  Walaupun beberapa orang bilang bahwa buku ini sangat jadul sekali, tapi bagi saya enggak apa-apa buat bacaan diusia saya yang pas banget 20an ini (pssttt, kalau kamu punya seri chicken soup apa saja, boleh dong saya dipinjami hihi bebas  versi inggris atau Indonesia).  Saya agak sedih dengan buku cetak versi bahasa Indonesia. Terutama yang saya punya sekarang yang berjudul “Waktunya Berkembang”(tentu saja judul yang diterjemahkan ke dalam Bahasa). Beberapa kali saya menemukan kalimat yang rancu dan susah dimengerti. Jadi saya pun harus mengulang membaca kalimat sebelumnya  agar lebih ngeh maksud kalimat selanjutnya.
Saya memulai membaca. Kalimat demi kalimat dapat saya cerna dengan mudah walaupun agak sedikit enggak nyaman dengan penumpang dibelakang saya yang sedang menelepon cukup kencang. Untungnya saya masih tetap memfokuskan diri pada buku yang saya pegang. Tepat lima menit membaca, fokus saya sudah hilang. Saya menutup buku sejenak dan melihat pemandangan diluar. Senja kala itu sungguh indah. Ketika saya ingin membaca kembali, saya gagal mencerna kalimat demi kalimat. Akhirnya saya simpan buku tersebut ke dalam tas.



Dan saya duduk rileks lalu menyesap kopi yang sudah mendingin. 

So, I did it! Walaupun enggak sesuai dengan ekspektasi saya (kayak di film-film, syahdu ditemani pemandangan senja yang indah sambil minum kopi), saya merasa bahwa lima menit sudah kemajuan yang baik buat diri saya. Apalagi kalau dijalankan lima menit tiap harinya. It's ok, right? Yang penting memulai dulu saja dan saya bisa mewujudkan tantangan yang susaaahhhh sekali saya jalani. Justru dari buku itulah saya mendapat inspirasi untuk selalu melakukan apapun  dimulai dari lima menit saja. Misal berangkat ke kampus atau kantor lima menit lebih cepat atau luangkan waktu lima menit sebelum mengerjakan sesuatu kayak bikin kopi atau sekedar duduk rileks, tarik napas. Memang hal kecil dan terlihat sepele tapi kalau konsisten dijalankan, saya yakin lambat laun hal itu akan merubah hidup lebih baik lagi. Setidaknya dengan satu kebiasaan baik, akan menghasilkan hasil yang baik pula. Lalu, tantangan apa yang sedang kamu jalani? 




blog

Myself Only

April 28, 2019

Jumat lalu saya ketagihan untuk mengunjungi kembali coffee shop yang menurut saya selain cozy, nyaman juga untuk kamu yang hanya sekedar duduk-duduk santai apalagi sambil baca buku atau check kerjaan. Saya sangat tertarik dengan tempat no smoking-nya. Lebih hening dan jadi lebih fokus karena memang dipisah dengan pintu kaca (enggak terganggu sama obrolan orang-orang atau ketawa mereka). Ada bantal duduk juga lho jadi enggak khawatir capek duduk lesehannya (apalagi saya yang paling engga bisa duduk di bawah). Kalau bukan karena meeting kerjaan, kayaknya saya enggak akan pernah menginjakkan kaki disini deh. Agak menyesal baru tau tempat ini seminggu yang lalu. 


Sebelum saya memutuskan untuk datang kedua kalinya ke Atlas&Co, saya menghabiskan waktu di kamar hingga larut hanya demi menonton channel youtube Lavendaire. Mulai dari habits, minimalism sampai journaling. Dari situlah saya langsung merasa ter-inspired dan excited untuk mulai merubah hidup saya yang terbilang membosankan di akhir-akhir minggu ini. Saya pun planning apa aja yang harus saya kerjakan esoknya. Malam itu juga saya mengabari teman-teman untuk meluangkan waktu journaling bareng Jumat sorenya. Namun dari mereka semua, satu pun enggak ada yang bisa datang. Agak sedih sebenarnya karena waktu itu saya benar-benar ingin menghabiskan waktu bersama teman-teman. Kangen juga sudah lama sekali enggak kumpul full team lagi. Mungkin lain waktu yaaaa.



Sebelum sedih kian larut, akhirnya saya memutuskan untuk berkencan. Iya! Beneran kencan tapi enggak candle night dinner juga. Kencan di coffee shop itu syahdu greget-greget kekinian gimana gitu ya hahaha (apasi). Sudah lama banget saya enggak ngerasain kencan begini (mengurangi keimpulsifan ngopi di coffee shop, boros juga lama-lama kalo keseringan hiks. Saya sih pengennya punya mesin kopi sendiri di rumah, bikin kopi atau cokelat pagi-pagi atau malam pas hujan turun. Duh... halu aja dulu ye kan). Kalau udah excited gini tuh jadi kalap harus nyiapin apa, mulai dari baju apa yang pas, tas apa yang cocok sama outfitnya sampai lipstick apa nih yang kelihatan fresh di wajah hihi. Kamu, ciwi-ciwi ngerasain juga enggak sih? haha. Menurut saya, sore tuh waktu yang tepat banget buat ngelakuin apapun yang disuka bahkan bepergian. Saya rasa sore itu enggak begitu panas dan lebih santai aja karena semua pekerjaan juga udah dikerjakan pagi atau siang sebelumnya. 

Kencan malam itu ditemani laptop, buku dan alat tulis. Saya juga sudah charge full laptop supaya enggak ribet-ribet harus nge-charge dulu. Loh? kencan ditemani laptop dkk? Yep, hari itu saya memutuskan untuk berkencan dengan diri saya sendiri. Itulah kenapa saya betul-betul prepare pakaian hingga tas yang saya kenakan selain supaya lebih nyaman (kenyamanan itu penting!), itulah cara saya menghargai diri sendiri. Saya mencoba untuk enggak canggung (canggung campur senang bertubi-tubi). Tetap tersenyum kepada barista-barista disitu dan rileks. Di meja sudah ada es kopi yang akan menemani saya berlama-lama disini. Laptop sudah menyala dan buku sudah terbuka lebar yang pertanda sudah siap untuk saya coret-coret. Awalnya enggak tahan, berkali-kali mata saya menatap handphone. Sempat kalah juga ini pertahanan diri saya, enggak bisa kalau enggak difoto dulu haha. Setelah itu, saya benar-benar menaruh handphone saya ke tas dalam-dalam. Saya begitu larut menulis ini itu dibuku jurnal sambil sesekali menyeruput es kopi susu. Malam itu benar-benar serasa intim sekali. Saya bisa merasakan diri saya sebegitu nyaman dan bahagianya. Rasanya saya ingin terus berlama-lama begini. 


Dari buku yang saya baca, sebenarnya dibutuhkan keberanian besar untuk sendirian. Hanya dengan kasih sayang dan cinta kepada diri sendirilah yang mampu membangun keberanian untuk diri sendiri. Memang bener, bener banget. Seiring berjalannya waktu, saya sangaattttt menikmati kesendirian ini. Kadang sesekali melihat gerak-gerik orang-orang sekitar. Saya enggak pernah membayangkan ini sebelumnya. Malam itu berjalan dengan lancar dan kembali ke kosan dengan perasaan bangga bahwa malam spesial itu saya bisa menjadi diri saya apa adanya. Saya pun ingin mengulang spark joy ini di kemudian hari.





p.s: jurnal yang saya pakai dari @hellodewai dan coffee shop yang saya kunjungi berada di Jalan Jatiraya no. 51 Banyumanik, Semarang (@atlasnco).

Follow on Instagram