blog

Walking Tour with @bersukariawalk

Agustus 29, 2018



Siapa yang sudah ikutan walking tour? Wah seneng banget akhirnya bisa kesampean walking tour walaupun sebelumnya sempat batal. Kali ini saya benar-benar niat dan yaaaaa pas banget ada rute spesial di tanggal merah a.k.a pas Idul Adha. Enggak cuman itu, ada teman sd saya juga kebetulan sekali datang ke Semarang, ya sudah sekaligus saya ajak saja nyemarang. Namanya juga Multicultural, jadi saya dikelilingi tempat-tempat yang multi etnik dengan sejarahnya yang begitu kental. 

Pas banget kebagian Multicultural Route yang katanya rute terfavorit. Makanya saya penasaran, bagian yang mana sih yang menjadi favorit? Gedung-gedungnya? Sejarahnya? Suasananya? atau story tellernya? hihihi.
Syukurlah hari itu kondisi saya fit (harus fit dong, kan walking tour), saya buru-buru kontak teman saya (Hazmiyan) untuk prepare. Mungkin karena saya terlalu excited, jadinya saya terlalu cepat untuk menemui Iyan hahaha. Walking tour dimulai pukul setengah empat sore, meeting point berada di kantor pos pusat, dekat pasar Johar. Selama dijalan, saya mikir-mikir bakal di parkir dimana motor saya, kan serem kalo enggak ada pengamanan yang memadai. Untungnya, dibeberapa titik dekat kantor pos ada tukang parkirnya, jadi aman yaaa. Oh iya, karena ini walking tour (buat kamu yang baca dan pengen ikutan juga) jangan lupa bawa air mineral, jas hujan, payung dan makanan ringan alias jajan ya, karena walking tour berjalan sekitar dua jam, jadi butuh asupan juga selama dijalan dan jangan sampe dehidrasi. Syukurlah baik saya maupun Iyan sama-sama membawa air mineral (sempat gelisah enggak sempat bawa jas hujan atau payung). Cuaca sore itu agak terik, angin juga lumayan kencang namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat. Ah iya, story teller Multicultural ini bernama Mbak Dian. Easy going dan ceria. Walking tour dimulai dengan perkenalan, kira-kira sekitar 30-an orang yang hadir dan enggak cuman dari Semarang aja, ada yang dari Banjarmasin (uwooww acu terketjut) dan Banyuwangi (of course, teman saya Iyan) lalu sisanya kok mendadak lupa ya hehehe (maap).


 Awal rute dimulai dari Kantor Pos pusat, story teller menjelaskan kalau kantor pos ini tertua dan bangunan bersejarah di Semarang. Nah di depan kantor pos ini terdapat tugu titik nol KM Semarang (lebih jelasnya kalian ikut aja di rute ini ya hehehe). Disebelah kantor pos, terdapat gedung yang disebut gedung papak. Papak ini artinya persegi karena bangunannya banyak bentuk persegi daripada bentuk lainnya. Selanjutnya jalan menyebrang kearah Kampung Layur atau Kampung Melayu. Jalannya enggak begitu sempit, tapi rumah-rumahnya berpintu pendek. Menurut penuturan Mbak Dian as a story teller, rumah-rumah ini sering terkena rob, sehingga lambat laun tanahnya amblas (you know what I mean, right?) sehingga rumah-rumah pun tertelan tanah. Terlihat juga kali Semarang yang tadinya dilewati kapal-kapal menuju pelabuhan lama, sekarang sih sudah enggak bisa dilewati kapal. Dan sedihnya, kali ini keruh dan banyak sampah dimana-mana :( walaupun begitu, nilai sejarahnya masih melekat.




Nah, tibalah di Masjid Layur (yang dibangun pada tahun sekitar 1802). Masjid ini terkenal dengan menaranya, jadi enggak heran juga kalau disebut Masjid Menara. Sesampai disini, kegiatan kurban masih berjalan, sebagian bapak-bapak sedang bakar sate kambing hihi. Kami juga ditawari loh, katanya icip-icip lah sambil di snapgram hahaha. Masjid ini tadinya berlantai dua karena sering terkena rob, masjid ini pun ikut tenggelam. Lantai satu tidak ada yang tersisa sehingga hanya terlihat lantai dua yang masih digunakan hingga sekarang, didalamnya juga ada empat pilar, masih sangat terlihat ke-asliannya. 

Saya dan teman-teman pun melanjutkan perjalanan, sesampai dipersimpangan, saya dihadapkan travo zaman dulu yang menjadi sumber listrik pada kala itu. Dan juga diperlihatkan view bangunan (disebrang jalan) antara bangunan belanda dan jawa yang berdampingan satu sama lain (salah satunya sebagai tempat foto, saya lupa namanya apa). Bangunan Belanda disitu terlihat tidak adanya ventilasi rumah. Menurut orang-orang Belanda, rumah sudah cukup dingin (kayaknya sih disamain dengan cuaca di negara asalnya) sehingga tidak perlu lagi adanya ventilasi. Namun sebaliknya, mereka belum benar-benar mengerti bahwa di Indonesia cuacanya sangatlah panas, akhirnya lambat laun setiap membangun rumah, mereka memberinya ventilasi. Disana ada juga pohon cantik menjulang tinggi memperlihatkan kesan kuno yang ditandai adanya rumah burung yang katanya sudah ada dari dulu. Setelah melihat-lihat, kami melewati jembatan Kali Semarang, waahhh indah sekali melihat senja disini. 



Setelah puas menikmati senja, saya kembali melanjutkan perjalanan ke arah bangunan Belanda yang sayangnya enggak terawat ini. Banyak tanaman-tanaman rambat di sudut-sudut dindingnya, jendela-jendela yang terbuka dan pintu yang entah berapa lama tergembok. Dulunya Java Hot, kantor meubel pada zamannya yang sekarang sudah diambil alih oleh Perusda. Ah sayang sekali. Kalau dilihat-lihat, nama kantor yang beraksen Belanda ini masih tertera jelas di atas gedung. Dibelakangnya, ada warga yang tinggal disana, mungkin sekitar tiga/empat keluarga yang tinggal disitu. Mereka menyambut saya dan yang lainnya begitu ramah. Disinilah akhirnya saya dan teman-teman mengambil pose terkeren kami haha.


Setelah cukup berfoto-foto ria, perjalanan dilanjutkan menuju pabrik rokok. Iya, pabrik roko Praoe Lajar. Konon, rokok ini dijuluki sebagai rokoknya para nelayan. Pantesan aja ya namanya Praoe Lajar hehehe. Pabrik ini sekilas dilihat cukup besar dan warna merahnya sangat mencolok beserta jendela-jendelanya yang  besar ala Belanda. Dulu, bangunan ini kantor milik Maintz & Co, perusahaan energi swasta bergerak dibidang jaringan listrik. Ternyata perjalanan saya tidak sampai situ saja, masih panjang lagi. Mbak Dian bilang, rute ini menjadi rute terfavorit sekaligus rute terpanjang dari rute lainnya. Honestly, disitu saya makin excited, bahwa saya akan banyak melewati tempat-tempat bersejarah lainnya di Kota Tua. 

Hari semakin gelap, akhirnya kami mampir dulu dimasjid tepat di sebelah lampu merah. Ya sebagai tempat istirahat sementara dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sayangnya, masjid ini banyak nyamuknya, enggak henti-hentinya saya memukul dan gerak-gerakin badan (supaya enggak di kerubungin) tapi nihil. Memang ya selain panas, Semarang pun banyak nyamuknya (kamu merasakan hal yang sama juga enggak?).



Hari sudah gelap enggak menyurutkan semangat kawan-kawan, perjalanan masih berlanjut. Kali ini sampai di Gereja Gedhangan (katolik). Wihhh saya senang bukan main, bangunannya indah sekali. Gereja Gedhangan ini ternyata gereja teertua nomor dua se-Indonesia loh. Bisa dibayangkan betapa indahnya ke-aslian bangunan ini, mulai dari corak kaca hingga bangunannya. Sayangnya, kami tidak berkenan masuk ke dalamnya dikarenakan sedang digunakan ibadah. Akhirnya, ada mbak-mbak (yang katanya pengurus sekaligus mahasiswa disitu) membawa kami ke kapel mereka bernama Susteran St.Fransiskus. Letaknya tepat di seberang jalan. Saya lagi-lagi senang banget bisa melihat isi dalemannya (eh). Abisnya dari luar enggak begitu keliatan megahnya, tapi sekalinya masuk, waahhh benar-benar indah. Saya juga berkesempatan bertemu Suster Bertha (beliau ada di koran Radar Semarang loh). Suster Bertha ramah sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiii, menyambut hangat saya dan teman-teman. Bangunan yang kami tuju dan lihat adalah ruang tamu, terdapat miniatur kaca yang menggambarkan letak komplek tersebut. Beliau juga menunjukkan ada beberapa bacaan Belanda yang menjadi cikal-bakal berdirinya bangunan tersebut dan diperlihatkan gedung-gedung lainnya di dalam walaupun enggak secara keseluruhan (mengingat waktu yang super duper singkat). Kata Suster Bertha, kompleks ini juga digunakan sebagai syuting film pada tahun 2016 lalu. Gedung yang paling saya tunggu-tunggu ya kapel ini, tempat para suster berdoa. Gilssssss semuanya masih terawat dengan baik walaupun ada sedikit penambahan fasilitas seperti lampu. Benar-benar indah sekali. Coba aja waktu berkunjungnya siang, pasti sinar-sinar yang masuk kedalam kapel ini makin memperkuat keindahannya. Masih enggak puas sebenarnya, tapi yasudahlah, kalau ada waktu pasti bisa kesini lagi.

Masih berlanjut lagi loh, selanjutnya melewati area Kota Lama. Sempat berhenti lagi di mini market haha, enggak kerasa sudah sekitar tiga jam jalan kaki. Ini kaki  untungnya masih kuat, walaupun si Iyan udah wanti-wanti saya bakal tidur nyenyak malem itu juga alias kaki pada njarem semua (duh) haha. 

Sebelum sampai di titik terakhir, kami berhenti di Masjid Pekojan. Dulunya area masjid ini makam. Terlihat di depan dan samping masjid terdapat beberapa makam pribumi yang salah satunya saat dibongkar (untuk perluasan masjid), jenazahnya masih utuh bahkan kain kafannya pun masih bersih, sehingga ditutup kembali (walaupun ada beberapa atau mungkin banyak yang berhasil di pindah). Untuk mengetahui jenazah pun susah karena ahli warisnya sudah tidak ada. Saya pun mendengar ceritanya kaget juga sih. Kebetulan sekali bertemu langsung narasumbernya, jadi sedikit diceritakan singkat tentang Masjid Pekojan ini. Teman saya, Iyan, sangat antusias mendengarnya haha. Oh iya, masjid ini terletak di area pecinan ya. Begitu populer sekali, sehingga enggak mungkin orang-orang enggak tahu Masjid Djami' Pekojan ini. Di dekat menara, ada makam yang sering diziarahi yaitu makam keturunan Nabi Muhammad SAW yaitu makan Syarifah Fatimah binti Husain Al-Aidrus. Enggak cuman makam, ada juga dua pohon bidara yang katanya didatangkan langsung dari Gujarat. Pohon ini bisa tumbuh dan mati dengan sendirinya, buahnya kecil-kecil dan rasanya seperti apel dan daunnya bisa digunakan untuk melemaskan tubuh mayat yang kaku. Nah, saat bulan ramadhan Masjid Pekojan juga menyediakan takjil khasnya yaitu bubur India. Wah jadi penasaran sama bubur yang satu ini. 


Akhirnya sampailah di titik terakhir. Klenteng Tay Kak Sie. Waktu sudah menunjukkan setengah sembilan malam. Waawwww. Honestly, tiba disini saya sama sekali enggak ngeh dengan penuturan story teller karena saya sibuk membicarakan kota Banjarmasin langsung bersama mas Iqbal (sayangnya saya sudah lupa bahasa banjar huhuu). Namun, saya sempat memasuki bagian dalam klenteng dan menyaksikan wayang potehi sebagai penutup walking tour saya. 

Benar-benar saya banyak belajar dari sini, bahwa Indonesia banyak sekali gedung-gedung bersejarah, beragam agama yang mengajarkan kita untuk bertoleransi dan mensyukuri indahnya hidup ini.
Jadiiiiii, selamat mencoba walking tour oleh @bersukariawalk yaaaaaaaa. Dijamin enggak bakal nyesel, malahan seruuuuuuu bangettttttttttttt, enggak terlupakan deh hehehe. "Let's discover Semarang deeper than local ever did"

Kayake bakal mboseni sih tapi seiring jalan di ceritain sejarahnya, terus ada kesempatan pas di gereja dan masjid gitu, jadi makin cinta Indonesia. Mulai dari keberagaman, toleransi dan sejarah perkembangannya ada semua. Jadi, capek itu kebayar sama ilmu yang didapet. -Maulana Hazmiyan, Banyuwangi-

books

Book Series: July

Agustus 06, 2018


Bulan Juli lalu saya menghabiskan tiga buku yang ternyata semuanya membuat saya baper dan emosi sekaligus haha. Tanpa sengaja juga ketiga buku tersebut memiliki sisi gloomy. Jadi saya mau enggak mau terus-terusan merasa gloomy setelah membaca buku pertama (One Hundred Names) hingga buku ketiga (See Jane Run). Maka dari itu saya menamakan bulan Juli lalu sebagai Book Series: Gloomy Season. 


Saya merasa update kali ini telat banget, padahal harusnya di publish saat awal memasuki bulan Agustus tapi apa daya jaringan dirumah jelek sekali ditambah angin yang begitu kencang membuat saya jadi mager kemana-mana also jeng jeng jeng saya berhasil menghabiskan tiga buku sekaligus di bulan yang sama (senenggggggggg). Maklum aja biasanya sebulan cuma bisa habis satu buku, sengaja enggak buru-buru supaya bisa meresapi alurnya dengan baik (ngeles dikit boleh lah). Kamu juga begitu enggak? apalagi saya harus benar-benar cari waktu yang pas banget supaya bisa fokus. 

Honestly, bulan lalu memang banyak sekali buku yang harusnya dibaca. Namun, saya enggak sanggup lagi untuk baca lebih banyak buku lagi, alhasil buku tersebut jatuh ke bacaan bulan Agustus deh. Berikut buku yang akan saya bahas sedikit di (perdana) book series ini.

One Hundred Names by Cecelia Ahern

Rating: ☆☆☆☆

Buku ini menceritakan kisah tentang rahasia, kesempatan kedua dan koneksi tersembunyi yang menyatukan hidup. Kitty Logan, si pemeran utama, memiliki masalah besar dalam hidupnya terutama di kehidupan karirnya sebagai jurnalis. Rekan, sahabat sekaligus mentornya, Constance, ini mengetahui segala hal tentang Kitty. Saat itu Conctance sedang berbaring lemah di rumah sakit, Kitty bertanya "Hal apa yang ingin kamu tulis?". Jawabannya terdapat di secarik kertas yang tidak ada catatan bahkan penjelasan sekali pun. Tetapi saat Kitty hendak bertanya, semua sudah terlambat. Perjalanan pun dimulai. 

Dannnnnnn ditengah-tengah perjalannya Kitty, saya sempet gregetan sama sikapnya yang gampang nyerah dan selalu menunda-nunda pekerjaannya itu. Tapi disisi lain saya merasa iba dan sedih saat ia mendapat teror-teror yang menurut saya parahnya kebangetan sih. Mulai serunya itu perjalannya mengunjungi nama-nama yang harus dia wawancarai, membaca ceritanya yang unik dan beragam serta saat mereka mengendarai bis panti jompo (langsung gaspol baca berbab-bab). Buku ini saya habiskan tepat satu minggu sebanyak 459 halaman dan saya enggak menemukan typo satu pun. Of course saya enggak bisa mengira-ngira adegan berikutnya apa dan endingnya, jadi saya puas baca buku ini. Diceritakan secara detail juga yang membuat buku ini tebal dan enggak begitu membuat saya bosan. Bisa dibilang pemeran utama ini sebagai gloomy girl, karena di awal-awal tokoh tersebut merasa ingin sendiri dan berhak untuk sendirian selama hidupnya, ya seputus asa itu :(. One hundred Names cocok buat kamu yang suka penasaran dengan hal-hal yang berbau mistery dan kehidupan..

Priceless Moment by Prisca Primasari

Rating: ☆☆☆☆☆

Lagi-lagi saya dibuat terharu dengan karyanya kak Prisca yang satu ini. Walaupun buku lama, syukurlah saya bisa baca karya-karyanya (walaupun sampe sekarang masih mengincar buku-buku lainnya yang sudah enggak ada di toko buku huhu). Yang saya suka hinga rela mencari kemana pun buku-bukunya ialah ciri khasnya yang enggak pernah hilang, saya selalu dibuat terhanyut begitu dalam bersama tokohnya (Liquor ma babe). 


Walaupun kisah-kisah tentang anak dan ayah sudah enggak asing lagi, tapi kak Prisca mengemasnya dengan apik dan heartwarming sekali. Sempat saya meneteskan air mata saking baper banget kali ya haha. Tapi saya enggak memerlukan waktu lama membaca habis buku ini, hanya dua hari saja (itu sih lama sel). Padahal bisa sih hanya sekali duduk, tapi lagi-lagi saya perlambat hehe. Yaaaahhh walaupun saya bisa menebak endingnya, tetep aja saya enjoy banget karena bahasanya yang mudah sekali dimengerti dan flowingnya beuhhhhh membuat saya enak banget ngikutinnya. Tiba-tiba enggak kerasa aja gitu udah di pertengahan bab. Plotnya juga dikemas dengan apik. Keterkaitan tokohnya juga relate-able, dan kisah romantisnya yang manis bagai cokelat (jadi pengen booo). Kisah ini membuat saya membuka mata hati terdalam (puitis euy) bahwa waktu itu begitu berharga sekali apalagi bersama orang terkasih kita. Cocok banget buat kamu yang senang akan cerita keluarga yang gloomy dan manis serta Jerman. 

Mengapa selalu harus ada yang dikorbankan, atau berkorban, agar seseorang menyadari betapa berharga hal-hal yang mereka miliki?

See Jane Run by Joy Fielding

Rating: ☆☆☆

Buku ini memang lebih tebal dibandingkan buku lainnya. 555 halaman yang membuat saya jadi semangat kalo punya buku tebal-tebal begini hehehe (saya tamatkan hanya dalam waktu 4 hari saja) dan ada noda kopi di lembar pertama yang sengaja ditumpahkan oleh kakak saya (usil banget). 

Sinopsisnya sih membuat saya tertarik. Dalam benak saya waktu itu kok bisa ya si pemeran utama a.k.a Jane Whittaker enggak ingat dirinya siapa tapi dalam kantong jaketnya terdapat uang 10.000 USD. Coba kalau di rupiahkan kira-kira berapa ya? (malas ngitung haha). Honestly, hingga sekarang dan detik ini, saya masih inget bangettttttt scene yang buat saya (boom) menganga sekaligus membuat saya baca marathon di pertengahan bab hingga akhir. Cocok banget buat kamu yang suka kisah misteri. Walaupun saya sempet kesal di awal-awal yang selalu bergulat dengan batin dan pikiran tokoh itu sendiri yang sangat ditulis mendetail dan rasanya mau skip aja deh. No typo again dan endingnya parah sih (just my opinion) seneng banget akhirnya kisah "sebenarnya" terkuak dan bikin skak matt ntuh laki (maap emosi). Kesan gloomy dan emosi-nya masih tetap ada di novel ini. Pokoknya ada tahap scene dimana saya kesel max dan sedihhhhhh sekaligus. Ah iya, buku ini di rekomendasikan buat kamu yang diatas 20 tahun ke atas ya, ada adegan yang yaaaaaaa you know lah (detail pula, ku hanya bisa geleng-geleng).

Itulah ketiga buku yang saya tuntaskan pada bulan Juli. Adakah rekomendasi buku untuk saya dibulan Agustus ini?

Follow on Instagram