feelings

Self-love #2

Desember 28, 2018




Dear me, myself and I,

Tonight, I feel very tired of everything. The mind, heart, and even mentality feel the same way. Suddenly I cried, I felt very dizzy and my body felt weak. I don't know exactly why this happened. Is this a sign that I'm at the lowest point? Did I really get bored with this routine? But my conscience said that there was no boredom. Tired. Many times my brain and heart said tired, tired and tired. My emotions overflow. And is this a sign that I'm at the lowest point?


Previously I also felt the same way, but not as bad as this. Do I have to find something new? But what? Do I have to meet the easy going people? But who? All questions passed through my mind. However, there is one thing that never goes even though many times the word "tired" resides in my heart and mind.


SPIRIT.


My condition like this also does not eliminate my enthusiasm. So every time I feel the worst, suddenly this spirit arises. This spirit seems to make me have to keep fighting, I have to keep going. Even though I might be falling apart, this feeling never disappears. Therefore, I am sometimes surprised by myself.




source: Pinterest

Then what does this mean to make me cry and even dizzy? I pondered again. Maybe I really need time for myself without thinking about hard things. Maybe I also need to meet people who give me positive energy. Maybe I should put my gadget to feel real life more. Maybe I should be more grateful for what I have lived and what I have gotten. After talking to myself, now the feeling of "this" begins to disappear. I am sure that everyone has felt something like this. However, those who have felt this must have their own way to get back up.


I felt myself completely and relieved again. Just listen to your heart and be yourself, Shei. 


written in October 2018

feelings

Terima Kasih Kamu :)

Desember 02, 2018


Tanpa disangka-sangka, akhirnya saya bisa mengikuti sesi Let's Talk perdana di Semarang. Tentu saja saya senanggggggg. Wadah yang positif sekali dan memang sudah lama saya tunggu kehadirannya. Keren banget deh mbak Nadine sudah mewadahi kami untuk sharing dan didengarkan bahkan mendatangkan langsung psikolognya loh dari Klaten. Sayang banget kan kalau dilewatkan. 

Sesi Let's Talk kali ini membahas tentang memaafkan dapat menyembuhkan luka. Topik yang menarik banget untuk di ulik. Saya juga interest banget, kayaknya cocok banget nih buat saya. Apalagi kalau soal hidup ya, enggak akan ada habisnya. Disini, saya jadi bebas berekspresi dan menuangkan semuanya. Sampai bingung harus mulai dari mana. Ternyata lega ya ada yang benar-benar mau mendengarkan cerita kita tanpa memegang ponsel atau sibuk sendiri. Terus, saya juga dapat banyaaakkkkk banget pelajaran hidup dan ilmu-ilmu dari berbagai perspektif teman yang hadir dan tentunya dari psikolog kami yaitu mbak Roro. Mulai bahas tentang keluarga, relationship sampai kucing hahahaha.

Kamu tau enggak sih, kalau sedih itu wajar banget hadir di hidupmu. Nikmati aja kata mbak Roro. Toh enggak ada yang salah dari bersedih. Kita ini berproses dan namanya hidup pasti enggak luput dari masalah dan kesedihan. Survive. Saya  yang paling muda sendiri merasa cerita saya ini enggak ada apa-apanya ketimbang yang lain. Tapi jangan salah loh, kadang menurut kita sepele belum tentu sepele juga buat orang lain loh. Perlu kita ingat, bahwa semua orang punya caranya sendiri untuk mengekspresikan masalahnya. Ada yang nangis sesenggukan semalaman, ada yang dipikir terus, ada yang menjauh dari lingkungan sekitar, ada yang menikmati seolah-olah enggak terjadi apa and others. Kita itu enggak bisa menyamakan atau compare orang lain. Walau secara enggak sadar kita sering banget compare diri kita sama orang lain but for what? Yang ada bikin diri sendiri makin down. Semua itu memang tergantung dari pikiran kita. Ternyata dari semua ini, solusinya ya salah satunya yaitu.......... kamu tau apa itu? 

Dealing with yourself. Kenali dulu diri kamu. Kamu maunya apa? Tujuanmu apa? Apa sih yang membuat dirimu sedih? apa sih yang membuat kamu merasa energic? saya nyaman enggak ya berteman sama dia? atau saya ini butuhnya apa? 

Coba deh kamu renungi.


Hari ini kurang lebih tiga jam kami mengobrol satu sama lain dan mendengarkan dengan seksama. Bahkan saya juga sempat meneteskan air mata juga haha. Menyentuh sekali bagi saya. Dari sinilah saya semakin yakin, bahwa love yourself itu memang haruuuuusss banget. Kita juga harus tau nih apa yang cocok dan nyaman buat kita. Misalnya toxic friends. Kalau kita sadar ini sangat toxic, kenapa enggak kita tinggalin aja. Toh emang enggak penting kan. Ini juga yang mbak Roro katakan. Saya jadi semakin yakin lagi bahwa tindakan saya ini benar. Dulu, saya takut banget kehilangan teman. Saya jadi berubah hanya demi bisa diterima mereka. tapi makin kesini, saya jadi enggak "saya" banget gitu. Melelahkan. Sesuatu yang enggak didasari dari hati itu emang melelahkan dan juga buang-buang waktu banget. 

Actually, saya memang sedang proses mencari jati diri dan kata orang-orang hidup saya yang "sebenarnya" baru saja dimulai. Apalagi saya baru masuk usia 20-an, jadi suatu saat juga saya lupa dan masih terlena dengan negative vibes yang ada, ya bisa dibilang labil dan gampang emosian kali ya hehe. Dengan adanya tulisan ini, saya harap bisa menjadi pengingat saya dan teman-teman disaat sedang butuh penyembuh luka (oke sip). Oh iya, saya siap banget loh untuk menjadi pendengarmu. Kamu bisa hubungi saya via dm di Instagram ya. 



Terima kasih semuanya, mbak Nadine, mbak Roro, dan mbak Ika. Terima kasih sudah mendengarkan cerita saya tanpa menghakimi :) See you at next #LetsTalk.


Let's Talk 1.0

blog

Tour Festival Kota Lama 2018

Oktober 19, 2018


Waahhhhhhhhhhhhhhhhhh sedihnya dan sadar kalau saya ini kurang update banget soal event-event di Semarang. Baru tahun ini saya tahu ada Festival Kota Lama. Ternyata sudah ada sejak tahun 2012. Ya ampun, berarti saya udah terlewat 2 tahun dong selama di Semarang huhuhu. Tertarik banget dateng karena ada penampilan-penampilan wayang dan tarian yang ternyata saya juga enggak bisa hadir karena harus bed rest. Jadi saya baru sempat datang saat hari terakhir Festival Kota Lama.

Pemandangan langit pagi itu

Ini nih penampakan mapsnya
Sebelumnya, saya mengikuti walking tour spesial festival kota lama pada jam delapan pagi. Pas banget momentnya karena saya memang sudah ingin sekali mengikuti rute ini (yang selalu tidak sempat). Saya sudah enggak sabar, apalagi katanya dapat maps spesial bagi para pengikut walking tour hari itu yang sekaligus menambah semangat saya haha. Saya bangun pagi-pagi sekali supaya enggak telat dan tepat waktu yang bertepatan titik kumpul di Taman Kota Lama Srigunting. Jadi agakk lumayan jauh dari kosan, sekitar tiga puluh menit. Untungnya pagi, jadi enggak begitu panas dan adem banget. Ditambah burung-burung bercuit-cuit ria kesana kemari menambah ke-aesthetic-an taman ini. Sayangnya kondisi kota lama yang sedang direhab, masker dan kacamata wajib tersedia di tas. Jalanan yang berpasir otomatis debu-debu halus pun bertebangan. Namun hal tersebut enggak menghalangi saya untuk ikut walking tour kali ini.

Mbak Ika, storry teller rute kala itu

Rute kota lama ini menghabiskan waktu dua jam saja (berbeda dengan rute sebelumnya yang saya ikuti, bisa baca disini). Walaupun dua jam, saya dibuat terpana akan sejarah yang enggak saya duga pun dengan yang lain. Tour kali ini pun di isi kurang lebih sepuluh orang. Ada yang berpasangan, teman karib bahkan anak dengan ibunya. Seperti biasa, tak kenal maka tak sayang kan? kami berkenalan satu sama lain, saling menyapa dan lempar senyuman. Kebetulan sekali story teller-nya mbak Ika dari Indramayu langsung berasa klop aja dan saya bisa mendengar kembali kata "mangga" hahaha.

Gereja Blenduk
Dimulai langsung di Taman Kota Lama Srigunting. Ditunjukkan gedung yang letaknya persis dibelakang taman ini, bercat putih dan terletak tangga melingkar di sebelah kanan yang pada awalnya ada dua tangga yang akhirnya tidak ada karena renovasi. Saya lupa pastinya gedung ini berfungsi apa dulunya, yang jelas gedungnya aktif digunakan pada masa Hindia-Belanda. Lalu kami semua bergeser sedikit ke samping kanan taman Srigunting, terdapat gereja Blenduk yang menjadi landmark kota Semarang. Disebut blenduk karena kubahnya berbentuk bulat. Gereja kristen tertua ini enggak sempat kami masuki karena masih tutup, sayang sekali. Setelah itu berlanjut menceritakan sejarah Kota Lama Srigunting ini yang membuat saya terkejut. Tempat seindah ini ternyata punya sisi kelam juga loh, selain itu taman ini juga sebelumnya menjadi tempat latihan para tentara Belanda. Lalu,Srigunting itu darimana sih? Ternyata Srigunting itu berasal dari nama burung. Iya, burung Srigunting. Anehnya, burung ini hanya hinggap dan hidup di wilayah ini saja enggak di tempat lain. keren kan.


Ini bagian dalam gedung Jiwasraya
Dilanjutkan menuju gedung Jiwasraya. Senang sekali saya dan teman-teman yang lain diberi kesempatan masuk untuk melihat lift pertama pada era Hindia-Belanda. Katanya, enggak sembarang orang loh bisa masuk kesini. Beruntungnya saya.


Lift pertama pada era Hindia-Belanda

Ini semacan katrol untuk menaik-turunkan lift

Pemandangan Taman Srigunting dari top floor Jiwasraya

Lorong gedung Jiwasraya, cucok buat foto. Instagrammable banget
hahaha
Nah, kalau dilihat gedung Jiwasraya ini menghadap langsung ke Taman Srigunting ya. Ada tujuannya loh, dulunya gedung ini juga dipakai untuk mengawasi para tentara berlatih dan mengawasi kegiatan lainnya pada zaman itu.

Bangunan restoran Ikan Bakar Cianjur tampak samping
Setelah puas berfoto dan melihat-lihat sekilas isi ruangannya, kami berlanjut ke sebelahnya yaitu gedung Ikan Bakar Cianjur. Ini juga termasuk gedung peninggalan Belanda loh yang sudah dicap sebagai gedung cagar budaya. Saya pernah waktu itu makan disini saat SMP, memang bangunannya minimalis sekali namun yang khas adalah tekelnya. Sayangnya lagi-lagi kami enggak bisa masuk karena masih tutup.

Salat satu bangunan yang tertera tulisan SAMARANG


Berlanjut lagi menuju gang kecil yang agak sepi namun katanya instagrammable banget. Akar-akaran. Jadi terdapat gedung rapuh yang sudah enggak terawat lagi, berdirilah pohon besar disana, akarnya pun besar-besar. Mungkin saya enggak begitu mengerti perihal fotografi, jadi buat saya ini biasa-biasa aja haha. Berjalan sedikit ke depan terdapat dua gendung yang sangat kontras sekali. Di gedung sebelah kiri terdapat tulisan SAMARANG. Konon, orang Belanda dulu susah menyebut SEMARANG, akhirnya pengucapannya pun berubah menjadi SAMARANG. Lalu untuk gedung sebelah yang sudah direnovasi itu, kabarnya akan di buat museum foto.


Terlihat logo pertama kota Semarang pada zaman Hindia-Belanda
(sebelah kiri)
 Agak sedikit jauh jalan selanjutnya menuju gang Lombok. Terdapat klenteng Tay Kak Sie dan merupakan kawasan pecinan terbesar di Jawa Tengah. Disini saya mendapat cerita sejarah sedikit nih tentang klenteng ini dan juga diberitahu perbedaan kedua patung yang berada tepat di pintu masuk serta penjelasan mengenai ketiga pintu di klenteng tersebut (pintu sebelah kanan, pintu tengah dan pintu sebelah kiri). Enggak hanya dijalan Mataran, di gang Lombok ini juga terdapat Lunpia enak loh, ketika saya lewati itu enggak hanya rame tapi benar-benar penuh. Kami lalu melanjutkan walking tour menuju masjid Pekojan yang sebelumnya saya singgahi juga di rute Multicultural. Disinilah kami beristirahat sejenak.

Salah satu toko oleh-oleh Lunpia enak di gang Lombok
Setelah beristirahat dan meneguk air minum masing-masing, kami juga di iringi menuju sebuah kampung bernama Bustaman yang masih di daerah Mataram juga yang terkenal dengan Gulai Bustaman. Nah gulai ini salah satu kuliner legendaris khas Semarang loh. Jadi sepanjang jalan kecil ini, saya mencium bau kambing, huh. Wah boleh nih kapan-kapan saya wisata kuliner kesini dan mencicipi rasa yang khas dan berbeda dari gulai lainnya. Di kampung ini juga terdapat rumah adat yang di isi sepuluh KK yang konon sudah turun-temurun loh. Rumahnya kecil dan saya enggak habis pikir gimana sempitnya yang diisi anggota keluarga sebanyak itu.

Hampir dipenghujung tour, kami berhenti sejenak di rumah makan Pringsewu letaknya persis dijalan Suari, masih di area Kota Lama. Tapi kami kesini bukan untuk makan melainkan menceritakan sedikit asal-usulnya. Rumah makan ini berkonsep heritage pada masa Oei Tiong Ham yang ternyata dulunya raja gula zaman dulu. Oei Tiong Ham ini juga konglomerat se-Asia Tenggara pada masanya dan salah satu sisa kejayaannya ya bangunan ini. Di penghujung walking tour, kami berhadapan langsung dengan Marba. Gedung ini terdiri dari dua lantai dan berdinding tebal sekitar 20 cm. Hal yang menarik saya dapat disini ialah Marba merupakan singkatan nama yang berarti Marba Badjunet, orang Yaman. Beliau juga termasuk saudara terkaya pada zamannya. Bangunan ini dulunya kantor usaha pelayaran dan juga toko modern pada masa itu.


Senangnya saya bisa menuntaskan walking tour special route ini. Enggak kalah berkesan dengan rute lainnya. Yang mau mendapatkan pengalaman lebih dan cerita mendetail, langsung aja daftarkan dirimu di rute Kota Lama ini ya. Awalnya, setelah tour ini, saya ingin menyempatkan waktu hingga malam untuk menikmati Festival Kota Lama. Namun sayangnya badan saya enggak bisa diajak kompromi dan memilih untuk beristirahat saja.


Pekan film di cafe Tekodeko
Keesokan harinya, saya meniatkan diri untuk datang di acara puncak Festival Kota Lama (walaupun saya enggak menonton bintang tamu utamanya karena terlalu malam). Tepat sekali saya datang di waktu sore. Enggak begitu ramai dan saya masih bisa menikmati dan melewati setiap standnya dengan aman (enggak berdesak-desakan). Hal pertama yang keluar di benak saya saat tiba yaitu kue Ganjel Rel. Memang tujuan saya kesini sebenarnya ingin mencicipi Ganjel Rel yang katanya kue legendaris Semarang ini. Ternyata standnya lumayan antre dan senang sekali akhirnya kesampean juga makan kue satu ini. Rasa rempah-rempahnya yang kuat dan padat, membuat saya ketagihan. Wah kala itu saya super excited. 


Kue Ganjel Rel
Harga satu kotak kecil yang sudah dipotong-potong sebesar lima ribu rupiah dan untuk ukuran besar (khusus dibawa pulang) satu kotaknya dihargai dua puluh ribu rupiah. Enggak hanya itu, sambil ditemani segelas es kopi gendhis yang membuat sore saya kali serasa lengkap. Enggak tanggung-tanggung, saya pun menikmati pekan film di café Tekodeko. Cukup bayar dua puluh ribu perorang, saya bisa menikmati film karya anak bangsa sepuasnya. Hari yang menyenangkan. Akhirnya sunset saya hari itu ditutup dengan nikmatnya kue Ganjel Rel dan es kopi susu beserta diputarnya film-film yang menarik. Jadi, tahun depan kamu harus datang ke Festival Kota Lama ya. 

workshop semarang

Friendship Bracelet Workshop Semarang x @pipimerah_id

Oktober 10, 2018


Sabtu lalu (06/10) di hari yang ceraaaahhh sekali, saya bersemangat untuk menghadiri workshop ke delapan, Friendship Bracelet with @pipimerah_id. Sebelumnya, saya dan Ayu beserta kak Zahra sempat melakukan pre-workshop. Ada sekitar empat jam kami berkutat dengan benang sulam beserta teknik simpul-simpul yang sudah diarahkan. Awalnya saya agak kesulitan dalam menyimpulkan tiap benangnya dan masih tertukar warna mana saja yang harus di simpul. Waktu itu saya dan Ayu membuat gelang dengan motif yang berbeda.


Disela-sela membuat gelang yang makin kesini kian mbulet, saya sempat take a break sejenak dan menyesap untuk pertama kalinya campuran chocolate dan coffee. Senang sekali bisa berkumpul di circle se-positif ini bahkan ada beberapa orang yang pensaran melihat apa yang  kami sedang kerjakan hehe. Saya jadi membayangkan gimana kalau tiap minggu sering berkumpul begini, wah pasti menjadi moment yang paling ditunggu-tunggu tiap minggunya hihi.








Kedua kalinya saya dipercaya conduct workshop, syukurlah semuanya berjalan dengan lancar hingga hari H. Sayangnya kondisi jalan Kota Lama yang sedang direhab jadi agak sedikit mengganggu untuk akses ke Tekodeko (tips: kalau melewati area Kota Lama, jangan lupa sedia masker dan kacamata ya, karena medannya berpasir jadi agak berdebu). Hari itu enam peserta datang tepat waktu, ada tante Maya yang sudah ke-empat kalinya loh ikut workshop bareng WS dan juga mbak Sari dan teman-teman lainnya yang ternyata memiliki kaitan ini itu di antara kami, berasa dunia ini sempit sekali ya haha :D





Pas awal-awal mulai memang ya susah sekali untuk di ikuti, apalagi harus memisahkan dahulu warna-warna yang sama dan harus melakukan simpul ini dan itu sampe-sampe ada yang keliru dan harus di ulang kembali. Wah pokoknya benar-benar melatih kesabaran banget deh.



Terima kasih yaaa buat kamu yang sudah datang dan share keseruan workshop lalu di sosmedmu  serta kamuuuu yang sudah sempat daftar dan akhirnya cancel karena ada acara lain, semoga kita bisa bertemu di next workshop yaaaaaaaaa. Sending you lots of love&hugs❤️


At last but not least, alhamdulillah terima kasih Allah, terima kasih juga untuk kak Zahra yang sudah mengisi workshop kedelapan ini dengan penuh antusias dan menyenangkaaannnnnnn serta ibu negara (uhuk) mbak Iluk yang masih mempercayai saya untuk conduct workshop dan semuamuamuanyaaa mbak, makasih buangeeeettt ngenggo U hahaha.





p.s: photo by team WS and edited by me

blog

Jalan-Jajan di Jogja

September 11, 2018


Kali ini ke Jogja dalam rangka nemenin bumil ngidam. Iya, ngidam makanan khas Jogja. Mulai dari gudeg Yu Djum, nasi kuning, sampai kucingan. Enggak cuman itu, si bumil satu ini memang lagi cari perlengkapan bayi karena di tempat dia tinggal sekarang (read: Adelaide) harganya lebih 3x lipat mahal dibandingkan disini.

"Nih sel, foto pake aplikasi ini bagus"
dan beginilah hasilnyaaaaaaaaa

Sebelumnya, bumil a.k.a kak Lia sempat bermalam di rumah (read: Cirebon). Katanya ngidam mendoan sama kue bikinan mama hahaha aduuuuuuu ngidamnya sampe kudu nyebrang negara dulu. Siang itu, saya sempat menanyakan mama untuk datang ke kosan hari apa. Saya khawatir kalau datang disaat saya kuliah, kan makin lama lagi nunggunya dan malah makin memperlambat waktu ke Jogja. But, syukurlah mereka datang hari Sabtu siang. Sabtunya, saya kaget pas mama nelpon kalau beberapa menit lagi sampai. Saya yang tadinya enak-enak tiduran langsung bangkit dan bergegas mandi hahaha. Padahal firasat saya bakal nyampe sekitar jam duaan, tapi kok lebih cepat sejam ya (lagi-lagi pake perasaan kan ye). Setelah mandi, saya pun kembali menyiapkan barang-barang yang perlu dibawa dan tentunya novel yang enggak akan saya lupain (walaupun belum tentu dibaca, yang penting nyesel enggak baca ketimbang nyesel enggak bawa kan? hahaha). Lah dalah saya bawa satu tas besar dan dua totebag ternyata. Tapi yang katanya beberapa menit berubah menjadi jam. Hampir sejam saya menunggu (masih sempat leyeh-leyeh lagi), akhirnya mereka datang membawa banyak bungkusan nasi padang. Ternyata dibawah sudah ada teman-teman papa (sekitar lima orang). Ya bisa dibilang reuni singkat lah. Jadinya tetep aja kan ketunda beberapa jam lagi berangkatnya -_- heuh. 

Setelah melewati drama bikin kopi dan cuci piring, tepat pukul empat sore kami melakukan perjalanan menuju Jogja. Senangnya selama perjalanan (terutama di tol), diperlihatkan suasanya sunset dan bukit-bukit yang indah banget. Pokoknya bener-bener damai deh, mobil pun enggak begitu banyak melintas saat itu. Serasa jalan milik pribadi haha. 


Enggak kerasa selama perjalanan nyetel playlist jadul, tiba-tiba udah sampe di Kopi Eva atau Coffee Eva House. Hayooo siapa yang belum tau Kopi Eva? Kata papa sih tempat makan dengan ayam gorengnya yang ter-ter-ter-enak pada zamannya (read: dulu zaman papa kecil). Papa juga bilang kalau setiap liburan ke Jogja, pasti mbah kung selalu mampir makan disini. Bangunannya pun masih sama, enggak ada perubahan katanya (ya mungkin ada sedikit renovasi yang enggak disadari). Kalau saya intip-intip pake mata batin, papa kayaknya bener-bener lagi nostalgia deh haha. Saya pun waktu itu, pertama kali menginjakkan kaki disini merasa senang sekali. Homey banget, sejuk dan makanannya of course enak-enak. Apalagi nasi gulai dan rawonnya bener-bener lezatos. Dagingnya empuk dan kuahnya passsssssssss. Enggak ada cacat sekalipun deh, sempurnaaaaa (terharu). Andalan disini yang selalu dihidangkan sebelum makanan utama datang yaitu Tahu rebus beserta sambal kecap, lemper dan mochi. Semuanya enak-enak, wah saya benar-benar kalap deh. Akhirnya saya dan mama memutuskan untuk setiap ke Jogja, pasti akan selalu mampir kesini. PASTI!


Ternyata praduga kami salah, yang harusnya sampai ditujuan jam tujuh atau delapan malam, ini sampai di hotel hampir jam sembilan malam. Macet dimana-mana dan jalanan pun ramai. Yaaaa mungkin karena tepat malam minggu juga kali ya, ya sudahlah kami pun buru-buru check-in hotel. Makan satu tahu aja udah kenyang, saya pun sampai enggak terpikirkan untuk makan malam lagi. Tapiiii ternyata mereka bertiga belum makan (alias makan nasi. Disebut belum makan kalau belum sama sekali makan nasi. Indonesian people), ya sudah mau enggak mau saya ikut juga hahaha. Sudah terlalu lelah keluar jauh lagi, kami memutuskan untuk makan di tempat makan dekat hotel yaitu kebetulan kami sempat melewati dan balik lagi ke rumah makan Tojoyo. Rumah makan ini terletak di jalan Urip Sumoharjo tepat di depan Empire XXI. Wah pokoknya recommended banget deh, ayam kampungnya mantap jos gandos ditambah lalapan dan sambalnya plus jeruk nipis, dudududu saya yang tadinya engga mau makan (alias diet oh diet) jadi tergiur juga deh walaupun tanpa nasi hehehe. Ini benar-benar kebetulan sekali loh, enggak berdasarkan hasil pencerahan si Google.

Pagi-pagi sekali saya sudah bangun. Sadar bahwa hari ini akan menjadi hari yang sangaaattt panjang. Padahal jam segini biasanya masih melungker dikasur sambil usel-uselan sama selimut haha.Jogja dingin banget pagi itu tapi niat untuk nemenin bumil enggak surut dong haha. Kapan lagi saya bisa menjelajah banyaaaakkkk tempat di Jogja.


Setelah yakin tidak ada lagi barang berharga yang tertinggal, kami pun berangkat menuju Malioboro. Pagi ini si bumil ngidam sarapan pecel. Katanya pecelnya harus ada kembang turinya dan dia yakin sekali kalau pecel di Jogja itu pasti ada kembang turinya. Jeng-jeng-jeng dengan wajah sumringah, kak Lia pun duduk dan menyantap pecelnya. Mungkin karena saya doyan makan juga ya, jadi yaaaa enak-enak aja tuh hahaha. Abis itu, kami berburu dan belanja di pasar Beringharjo. Entah sudah berapa jam, yang jelas saat keluar pasar, matahari bersinar terik tepat arah jarum jam dua belas.

Setelah puas berbelanja (bukan saya, sudah jelas si bumil haha) kami mampir ke tempat aksesoris bayi. Wah karena ini tujuan utama si bumil, kak Lia lumayan mborong banyak baju, perlak dan semua perlengkapan bayi. Sampai jamu bersalin pun enggak luput dari sasarannya haha (wajib ada katanya).


Memang yaaaa benar-benar berasa hariiiii yang panjang, perut saya pun sudah lapar. Kak Lia sih udah super duper lapar katanya hahaha. Kami pun menuju rumah makan Bakso Klenger yang setelah dicek and ricek bisa makan satu porsi bakso seberat satu kilogram. Waduuhhhhhh, itu perut muat enggak yaaa?.

@BaksoKlenger , Luv

Dan benar saja, porsi untuk empat orang ya satu kilogram itu. Setelah dibelah, dalamnya ada telor rebus, daging yang pokoke bikin klenger deh. Es campurnya juga mantaappppppp pas banget diminus saat cuaca Jogja yang puanas.


Sudah kenyang dan lelah, ngantuk pun melanda. Kami pun kembali ke hotel, sekedar mengistirahatkan dan membersihkan diri. But wait, kak Lia pengen massage also creambath juga. Ahhhhhh kebetulan saya sudah setahun lebih enggak creambath, inilah waktu yang tepat hahaha. Untungnya hotel dekat mall Galeria, jadi enggak perlu khawatir untuk keluar jauh-jauh. For the first time, saya merasakan chocolate cream chip ditambah espresso. Enaakkkkkkkk. Maap ya agak katrok, baru kali ini jajan di Starbucks haha. Malamnya setiba di hotel (setelah dilihat-lihat papa sepertinya udah zuper capek), kak Lia pun memutuskan Go-Food gudeg Yu Djum. Senangnya sekarang apa-apa kian mudah, jadi enggak perlu capek-capek lagi deh (honest review guys). 


Tapiiii, tidak berhenti disitu kawan. Tepat pukul sebelas malam, si bumil ngidam nasi kucingan. Saat itu juga kami cuuussssss menuju Gareng Petruk. Kali ini saya coba tahan sekuat tenaga supaya enggak tergiur icip-icip. Malah lagi-lagi saya tergiur dan tiba-tiba ngambil bihun goreng serta pudingnya tanpa pikir-pikir lagi. Ah yasudahlah.



Keesokan paginya kami check-out. Pukul delapan pagi. Enaknya sarapan nasi kuning. Iya, nasi kuning Banjar khas Banjarmasin. Adanya di Kindai spesialis masakan Banjar. Wah saya nostalgia deh. Terletak di jalan Jembatan Merah no.116D, selalu ramai. Pagi itu kami memesan nasi kuning Banjar dan soto Banjar. Rasanya maknyussss tenannnnn. Beneran rasanya itu khassssss banjar bangetttttttttttt, saya pikir rasanya enggak akan sesama itu, tapi ternyataaaa top markotop. Buat kamu yang ada di Jogja sekarang, jangan sampe nyesel enggak mampir kesini. Sudah puas, lanjut lagi ke perhentian terakhir, mall Ambarukmo. Disitu kami berburu mochi Sakura (awalnya sih gitu) tapi malah tergiur es krim buah disebelahnya, Paletaswey. Kak Lia memilih es krim buah sirsak, mama dengan es krim buah mangga dan saya menyesap es krim buah blueberry dan susu. Mantap banget perpaduan manisnya susu dan asamnya blueberry (yang  bikin saya berkali-kali mau terbang aja langsung ke sini heuh).


Waahhhh setelah saya recam perjalan ke Jogja kali ini, ternyata capeknya terbayar dengan makan zuper banyak. Memang deh, Jogja tempat yang cucok banget untuk kulineran. Semoga lain waktu bisa lebih explore Jogja lagiiiiii. Sampai jumpa lagi di next trip selanjutnya ya, Jogja. 

Follow on Instagram